LOGIKA?
APA ITU LOGIKA ?
Menurut Mundiri dalam bukunya tersebut Logika
didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari metode dan hukum-hukum yang
digunakan untuk membedakan penalaran yang betul dari penalaran yang
salah (diambil dari definisi Irving M. Copi). Sedangkan Poespoprojo
menuliskannya sebagai ilmu dan kecakapan menalar, berpikir dengan tepat (
the science and art of correct thinking ). Olson tidak membahas
mengenai logika dan ilmu menalar sama sekali.
Secara harfiah Logika
berasal dari kata ‘Logos’ dalam bahasa Latin yang berarti perkataan atau
sabda. Dalam bahasa Arab dikenal dengan kata ‘Mantiq’ yang artinya
berucap atau berkata.
SEJARAH LOGIKA
Mundiri menyusun runut
sejarah logika sebagai berikut. Orang yang pertama kali menggunakan kata
logika adalah Zeno dari Citium. Kaum Sofis, Socrates, dan Plato
tercatat sebagai tokoh-tokoh yang ikut merintis lahirnya logika. Logika
lahir sebagai ilmu atas jasa Aristoteles, Theoprostus dan Kaum Stoa.
Logika dikembangkan secara progresif oleh bangsa Arab dan kaum muslimin
pada abad II Hijriyah. Logika menjadi bagian yang menarik perhatian
dalam perkembangan kebudayaan Islam. Namun juga mendapat reaksi yang
berbeda-beda, sebagai contoh Ibnu Salah dan Imam Nawawi menghukumi haram
mempelajari logika, Al-Ghazali menganjurkan dan menganggap baik,
sedangkan Jumhur Ulama membolehkan bagi orang-orang yang cukup akalnya
dan kokoh imannya. Filosof Al-Kindi mempelajari dan menyelidiki logika
Yunani secara khusus dan studi ini dilakukan lebih mendalam oleh
Al-Farabi.
Selanjutnya logika mengalami masa dekadensi yang panjang.
Logika menjadi sangat dangkal dan sederhana sekali. Pada masa itu
digunakan buku-buku logika seperti Isagoge dari Porphirius, Fonts
Scientie dari John Damascenus, buku-buku komentar logika dari Bothius,
dan sistematika logika dari Thomas Aquinas. Semua berangkat dan
mengembangkan logika Aristoteles.
Pada abad XIII sampai dengan abad
XV muncul Petrus Hispanus, Roger Bacon, Raymundus Lullus, Wilhelm Ocham
menyusun logika yang sangat berbeda dengan logika Aristoteles yang
kemudian kita kenal sebagai logika modern. Raymundus Lullus
mengembangkan metoda Ars Magna, semacam aljabar pengertian dengan maksud
membuktikan kebenaran - kebenaran tertinggi. Francis Bacon
mengembangkan metoda induktif dalam bukunya Novum Organum Scientiarum .
W.Leibniz menyusun logika aljabar untuk menyederhanakan pekerjaan akal
serta memberi kepastian. Emanuel Kant menemukan Logika Transendental
yaitu logika yang menyelediki bentuk-bentuk pemikiran yang mengatasi
batas pengalaman. Selain itu George Boole (yang mengembangkan aljabar
Boolean), Bertrand Russel, dan G. Frege tercatat sebagai tokoh-tokoh
yang berjasa dalam mengembangkan Logika Modern.
Poespoprojo tidak
membahas asal-usul dan sejarah logika, begitu juga Olson. Posepoprojo
membahas langsung pokok-pokok masalah dalam logika itu sendiri,
sedangkan Olson tidak menyinggung sejarah logika sama sekali.
ARTI ILMU
Mundiri
menjelaskan bahwa Ilmu harus dibedakan dari pengetahuan. Pengetahuan
adalah segala sesuatu yang datang sebagai hasil dari aktivitas
mengetahui yaitu tersingkapnya suatu kenyataan ke dalam jiwa sehingga
tidak ada keraguan terhadapnya, sedangkan ilmu menghendaki lebih jauh
dari itu.
Poespoprojo merumuskan dengan sederhana bahwa ilmu adalah
kumpulan pengetahuan mengenai suatu bidang tertentu yang merupakan satu
kesatuan yang tersusun secara sistematis, serta memberikan penjelasan
yang dipertanggung jawabkan dengan menunjukkan sebab-sebabnya. Olson
tidak menerangkan apapun tentang definisi ilmu. Mundiri dan Poespoprojo
membahas masalah logika sebagai ilmu.
PIKIRAN
Mundiri menjelaskan
bahwa pikiran merupakan perkataan dan logika merupakan patokan, hukum
atau rumus berpikir. Logika bertujuan untuk menilai dan menyaring
pemikiran dengan cara serius dan terpelajar serta mendapatkan kebenaran
terlepas dari segala kepentingan dan keinginan seseorang.
Poespoprojo
menjelaskan bahwa pengetahuan merupakan hasil dari aktivitas berpikir
yang menyelidiki pengetahuan yang berasal dari pengalaman-pengalaman
konkret, pengalaman sesitivo-rasional, fakta, objek-objek,
kejadian-kejadian atau peristiwa yang dilihat atau dialami. Logika
bertujuan untuk menganalisis jalan pikiran dari suatu
penalaran/pemikiran/penyimpulan tentang suatu hal.
Olson tidak
menerangkan definisi pemikiran dalam konteks logika namun menjelaskan
pikiran dalam konteks kreativitas. Pembahasannya ditekankan pada bahasan
mengenai pemecahan masalah dengan menempuh ‘jalan’ yang tidak biasa.
KEKELIRUAN BERPIKIR DAN KREATIVITAS
Mundiri menyatakan dalam bukunya bahwa terdapat beberapa kekeliruan berpikir antara lain :
A. Kekeliruan Formal karena :
1. menggunakan empat term dalam silogisme
2. kedua term penengah tidak mencakup proses yang tidak benar
3. menyimpulkan dari dua premis negatif
4. mengakui akibat kemudian membenarkan pula sebabnya
5. menolak sebab dan menyimpulkan bahwa akibat tidak terlaksana
6. bentuk disyungtif yang mengingkari alternatif pertama kemudian mengakui alternatif lain
7. tidak runtutnya peryataan satu dengan yang diakui sebelumnya
B. Kekeliruan Informal yang disebabkan oleh :
1. Membuat generalisasi yang terburu-buru
2. memaksakan praduga
3. mengundang permasalahan
4. menggunakan argumen yang berputar
5. berganti dasar
6. mendasarkan pada otoritas
7. mendasarkan diri pada kekuasaan
8. menyerang pribadi
9. kurang tahu permasalahan
10. pertanyaan yang rumit
11. alasan yang terlalu sederhana
12. menetapkan sifat yang bukan suatu keharusan
13. argumen yang tidak relevan
14. salah mengambil analogi
15. mengundang belas kasihan
C. Kekeliruan karena penggunaan bahasa yang disebabkan oleh
1. komposisi
2. kekeliruan dalam pembagian
3. kekeliruan karena tekanan
4. kekeliruan karena amfiboli (kalimat yang dapat ditafsirkan berbeda-beda)
5. kekeliruan karena menggunakan kata dalam beberapa arti
Permasalahan
tersebut merupakan hal-hal yang biasa terjadi pada setiap orang
sehingga orang tersebut dapat mengambil pemecahan masalah yang keliru
dan jauh dari logika. Dengan demikian kesalahan-kesalahan berpikir
tersebut merupakan kesalahan sistematika berpikir.
Hal yang senada
diungkapkan oleh Poespoprojo bahwa kesalahan logis, yang dalam bahasa
Inggris disebut dengan fallacy, bukanlah kesalahan dalam fakta.
Kesalahan-kesalahan tersebut dapat disebutkan antara lain :
1. Generalisasi yang tergesa-gesa
Kesalahan
logis ini sekedar akibat dari induksi yang salah karena berdasar pada
sampling hal-hal khusus yang tidak cukup atau karena tidak memakai
batasan.
2. Non Sequitur (belum tentu)
Kesalahan ini merupakan
kesalahan yang terjadi karena premis yang salah dipakai. Non Sequitur
merupakan loncatan sembarangan dari suatu premis ke kesimpulan yang
tidak ada kaitannya dengan premis tadi. Hubungan premis dan kesimpulan
hanya semu, hubungan yang sesungguhnya tidak ada.
3. Analogi Palsu
Analogi
palsu adalah suatu bentuk perbandingan yang mencoba membuat suatu idea
atau gagasan terlihat benar dengan cara membandingkannya dengan idea
atau gagasan lain yang sesungguhnya tidak mempunyai hubungan dengan idea
atau gagasan yang pertama tadi.
4. Penalaran Melingkar
Penalaran
melingkar adalah kesalahan logis dari karena si penalar meletakkan
kesimpulannya ke dalam premisnya, dan kemudian memakai premis itu untuk
membuktikan kesimpulannya. Jadi kesimpulan dan premisnya sama.
5. Deduksi Cacat
Penggunaan
premis yang cacat sangat sering terjadi hingga seyogyanya di dalam
penalaran atau diskusi yang serius kita berhenti sejenak dan
mempertanyakan premis-premis yang kita pakai.
6. Pikiran Simplistis
Pikiran
simplistis adalah kesalahan logis yang teradi karena si penalar terlalu
menyederhanakan masalah. Masalah yang begitu berseluk-beluk merupakan
disederhanakan menjadi dua kutub yang berlawanan, atau dirumuskan hanya
ke dalam dua segi yaitu hitam-putih, atau dirumuskan sebgaia hanya
menjadi dua pilihan ini atau itu.
7. Argumen ad Hominem
Kesalahan logis ini terjadi karena kita tidak memperhatikan masalah yang sesungguhnya dan menyerang orangnya, pribadinya.
8. Argumen ad Populum
Sasaran kesalahan logis ini adalah kelompok bukan masalahnya, mirip dengan kesalahan logis Argumen ad Hominem.
9. Kewibawaan Palsu
Kewibawaan
terkadang dibutuhkan untuk memberi bobot pada penalaran kita. Kesalahan
logis dari kewibawaan palsu adalah karena dipakainya kewibawaan bukan
yang sesungguhnya.
10. Sesudahnya maka karenanya
Kesalahan logis ini terjadi karena salah interpretasi terhadap hubungan sebabakibat.
11. Tidak relevan
Kesalahan
logis ini terjadi karena godaan pada seseorang untuk tetap memegang
teguh pada pokok masalah sehingga menyeleweng dari pokok masalahnya.
Olson
berpendapat lain mengenai kesalahan-kesalahan logis yang sering
dijumpai. Orang yang sedang mencari solusi atas suatu permasalahan
sering tidak mencapai hasil yang memuaskan. Hal ini disebutnya dengan
krisis kreativitas sehingga Ia menyebutkan hal-hal yang sering terjadi
pada setiap orang sehingga menghambat potensinya untuk menjadi kreatif.
Dengan kata lain Ia menyebutkan bahwa ada jalan pikiran lain yang bisa
ditempuh oleh seseorang tanpa mengingkari logika berpikir.
Hal-hal yang menghambat kreativitas seseorang :
1. Kebiasaan
Cara-cara
memandang objek berdasarkan kebiasaan dapat menemui berbagai hambatan
yang disebut ‘functional fixation’. Hal ini berhubungan dengan fakta
bahwa kita mempunyai beberapa kebiasaan mental dan untuk beberapa alasan
tetap mempertahankannya.
2. Waktu
Kesibukan merupakan alasan
untuk menjadi tidak kreatif. Tetapi sebenarnya banyak orang yang tidak
mau menginvestasikan waktunya itu untuk menajamkan kreativitas mereka
atau memanfaatkannya.
3. Dibanjiri masalah
Sebagian dari kita
merasa bahwa kita berhadapan dengan begitu banyak masalah yang penting
sehingga kita tidak mempunyai cukup waktu dan tenaga untuk mengatasi
beberapa masalah secara kreatif.
4. Tidak ada masalah
Kita
sering merasakan tidak ada masalah dan kesempatan, karena para ahli
telah menemukan semua jawaban atau telah mengatakan bahwa hal tersebut
tidak dapat dilaksanakan.
5. Takut Gagal
Kita dapat menghindari
kegagalan dan kreativitas dengan berbagai cara : dengan menyesuaikan
diri, tidak pernah mencoba sesuatu yang berbeda, meyakinkan diri bahwa
kita hanya menggunakan gagasan yang telah terbukti berhasil dan berjalan
pada lorong-lorong yang telah sirintis. Dengan demikian kita
menghindari kegagalan-kegagalan kecil. Namun kita telah gagal sebagai
manusia. Kita menjadi tumbuh secara tidak kreatif melebihi
kebiasaan-kebiasaan lama dan naluri.
6. Kebutuhan akan sebuah jawaban sekarang
Manusia
tidak mau mengalami kesulitan karena tidak memiliki suatu jawaban
langsung. Ketika suatu masalah dikemukakan, secara langsung kita
memberikan sebuah pemecahan. Hanya jika pemecahan pertama tidak berhasil
maka kita mencoba cara yang lain.
7. Kesulitan kegiatan mental yang diarahkan
Seringkali
secara mental kita menyelipkan perasaan khawatir atau kekacau-balauan
berpikir di dalam jangkauan kita. Dari keadaan serupa itu kadang-kadang
timbul suatu pemikiran yang bernilai. Akan tetapi, karena dari mula kita
memang tidak mencari suatu pemecahan atau jawaban bagi suatu masalah,
maka tidak ada gagasan atau wawasan bagi suatu masalah, maka tidak ada
gagasan atau wawasan yang muncul dari dalam pikiran kita. Kita
seringkali dibingungkan oleh masalah seberapa jauh kita telah memikirkan
atau mencemaskan suatu permasalahan serta bagaimana mengarahkan dan
menghasilkannya.
8. Takut bersenang-senang
Kita dapat menjadi
lebih kreatif dengan bersenang-senang. Akan tetapi banyak orang yang
merasa bersalah bila mereka bersenang-senang. Manusia sering tidak sadar
bahwa rileks, bergembira, dan bersantai-santai merupakan aspek-aspek
yang penting dari proses pemecahan masalah secara kreatif.
9. Kritik orang lain
Secara
tak sengaja kreativitas sering terhambat oleh kritik-kritik orang lain.
Bila suatu gagasan baru diperkenalkan, gagasan tersebut sering
dipatahkan dan diobrak-abrik. Seseorang dengan gagasannya ditertawakan
dengan ungkapan-ungkapan sebagai berikut.
MENGUJI GAGASAN ATAU PENALARAN
Mundiri mengajukan cara untuk menguji suatu gagasan atau pemikiran atau hipotesis dalam ukuran-ukuran :
1.
Relevansi, pemikiran yang diajukan harus berusaha menerangkan
fakta-fakta yang dihadapi. Oleh karena itu hipotesis harus relevan
dengan fakta yang hendak dijelaskan.
2. Mampu untuk diuji, ini
adalah ciri utama yang membedakan antara hipotesis ilmiah dan hipotesis
non-ilmiah. Hipotesis harus memiliki kemampuan untuk diuji dengan
fakta-fakta inderawi atau perhitungan logis.
3. Bersesuaian dengan hipotesa yang telah diterima sebagai pengetahuan yang benar.
4.
Mempunyai daya ramal. Hipotesis yang baik tidak saja mendeskripsikan
fakta fakta, tetapi interpretasi yang dibuatnya mampu menjelaskan
fakta-fakta sejenis yang tidak diketahui atau belum diselidiki.
5. Sederhana.
Poespoprojo
berpendapat bahwa tujuan pemikiran manusia adalah mencapai pengetahuan
yang benar dan sedapat mungkin pasti. Tapi dalam kenyataannya hasil
pemikiran maupun alasan-alasan yang diajukan belum tentu selalu benar.
Jadi
ukuran dalam menentukan apakah suatu pemikiran atau penalaran adalah
benar atau salah bukanlah rasa senang atau tidak senang, enak atau tidak
enak, melainkan cocok atau tidak dengan fakta atau tidak.
Empat Pertanyaan
1. Apa yang hendak ditegaskan atau apa pokok pernyataan yang diajukan.
2. Bagaimana hal itu : Atas dasar orang sampai pada kesimpulan atau pertanyaan itu ?
3.
Bagaimana jalan pikiran yang mengaitkan alasan-alasan yang diajukan dan
kesimpulan yang ditarik? Bagaimana langkah-langkahnya ? Apakah
kesimpulan itu sah ?
4. Apakah kesimpulan atau penjelasan itu benar ? Apakah pasti ? Atau hanya mungkin tidak benar ?
Skema
Untuk
membantu untuk menguji atau menganalisis suatu pemikiran, maka berguna
sekali menyusun jalan pikirannya dalam bentuk sebuah skema, sehingga
tampak jelas mana yang merupakan kesimpulan, mana yang asalan, serta
bagaimana orang tertentu menarik kesimpulan tertentu dari alasan-alasan.
Tiga Syarat Pokok
1. Pemikiran harus berpangkal dari kenyataan atau titik pangkalnya harus benar
2. Alasan-alasan yang diajukan harus tepat dan kuat
3. Jalan pikiran harus logis atau lurus/sah.
Olson mempunyai caranya sendiri dalam menentukan gagasan yang terbaik. Antara lain dengan :
1.
Memadukan pikiran sadar dan bawah sadar, kita perlu tidak hanya menarik
kesimpulan berdasarkan pikiransadar kita yang terbatas, tetapi juga
berdasarkan pikiran bawah sadar kita yang luas.
2. Keunikan
individu, untuk menjadi lebih kreatif kita harus mengakui keunikan kita
dan memanfaatkannya dengan memilih gagasan-gagasan yang kita anggap
bernilai bagi kita berdasarkan tujuan, kebutuhan, dan pengalaman yang
unik.
3. Perasaan dan intuisi yang mendalam, intuisi kita sering
tidak jelas dan tidak rasional malahan lebih merupakan pemikiran mental
bawah sadar. Mungkin kondisi paling intern dari orang yang kreatif
adalah sumber intern penilaian dan seleksi mereka.
4. Kriteria, kita
gunakan untuk menentukan gagasan mana yang terbaik dan merupakan
standar sadar yang kita gunakan untuk mengukur nilai gagasan-gagasan
kita. Kriteria ini memperkenalkan suatu unsur yang sadar, sistematis,
berhati-hati, yang memabntu mengorganisasi dan memfokuskan kemempuan
penyeleksian sadar serta bawah sadar kita.
5. Memilih gagasan, untuk
memilih gagasan yang terbaik kita menggunakan kriteria yang telah kita
bina untuk membantu mengevaluasi gagasan pemecahan masalah kita.
Kemudian kita menyingkrkan gagasan yang bukan bukan atau menggelikan dan
gagasan sejenisnya.
Related Posts: